Al Imam Al Allamah Al Arifbillah Asy-Syaikh Abdullah Bin Bayah,bersama Murid-Murid tercintanya |
Imam Ali Bin Abi Thalib berkata “aku adalah budak (hamba sahaya) bagi orang yang mengajariku, walaupun hanya satu huruf saja. Kalau ia hendak menjualku, terserah. Jika ia hendak memerdekakanku, jika mau ia pun bisa memperbudakkanku.
Ada sebuah syair yang berujar,
Menurut pendapatku bahwa hak yang paling mulia adalah hak guru,
Dan hak itu wajib dijaga bagi setiap muslim.
Sungguh ia berhak mendapatkan kemuliaan,
Barang siapa yang mengajari satu huruf,
tak akan cukup membayarnya dengan seribu uang dirham.
Sejatinya (pada hakekatnya) orang yang telah mengajarkan satu huruf kepada engkau yang engkau butuhkan dalam urusan agamamu, maka ia adalah ayahmu dalam kehidupan agamamu.
Para Guru Mulia berkata, “Guru-guru kami mengatakan, barang siapa yang menginginkan anaknya menjadi orang alim, hendaknya ia memelihara, memuliakan dan memberikan sesuatu kepada ahli agama. Jika anaknya tidak menjadi orang alim, maka cucunya yang akan menjadi orang alim.”
Di antara cara memuliyakan guru adalah tidak berjalan kencang di depannya; tidak duduk di tempat mulianya; tidak memulai percakapan dengannya kecuali atas izinnya; tidak banyak bicara di hadapan guru; tidak menannyakan sesuatu ketika sang guru dalam keadaan bosan dan suntuk; menjaga waktu dan tidak mengetuk pintu rumah atau kamarnya, tapi harus menunggu sampai beliau keluar.
Walhasil, seorang murid harus berusaha mendapatkan keridhaan dari guru, menjauhi amarahnya, menjalankan perintahnya yang tidak bertentangan dengan perintah agama. Sebab kita tidak boleh patuh kepada makhluk untuk melakukan perbuatan maksiat kepada Sang Pencipta (Allah).
Termasuk cara menghormati guru adalah menghormati anak-anaknya dan orang yang mempunyai hubungan kerabat dengannya.
Asy- Syaikhul Islam Burhanuddin, penulis kitab al-Hidayah, bercerita bahwa salah seorang ulama besar dari Negara Bukhara sedang duduk dalam satu majelis pengajian, sesekali ia berdiri dan duduk lagi hingga berulang-ulang kali. Ketika ditanyakan tentang perbuatannya tersebut, ia menjawab dengan lugas, “Sesungguhnya putra guruku sedang bermain bersama anak-anak di halaman rumah, setiap kali aku melihatnya aku berdiri sebagai wujud penghormatan pada guruku”.
Al-Qadhi Fakhruddin al-Arsabandi, seorang pemimpin para Imam di Marwa yang sangat dihormati oleh Sultan dengan berkata; “Aku telah mendapatkan kedudukan ini sebab berkah hormat pada guruku, yaitu Abi Yazid ad-Dabbasi. Aku senantiasa khidmah dan melayani beliau, memasak makanan untuk beliau, dan aku sendiri tidak ikut mencicipi makanannya sama sekali”.
Waallahu'alam...
kiriman Ali Abdurahman Al Habsyi.
EmoticonEmoticon