Siapa Manusia Yang Paling Berbahagia di Bulan Ramadhan

14:40 0

Nasehat Fadhilatusy Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithiy hafidzahullah

Bulan Ramadhan merupakan madrasah diantara madrasah-madrasah teragung.
Di dalam ibadah puasa terdapat dua perkara besar. Tidaklah dua perkara ini terkumpul pada hati seorang hamba melainkan ia seorang penduduk surga.

Pertama: Ikhlas
Pokok agama yang paling mendasar.
Kedua: Sabar
Satu-atunya jalan menggapai derajat tinggi di surga Allah.

Puasa terbedakan (dengan ibadah yang lain) karena dua perkara ini.

Puasa memberi nutrisi hati seorang hamba untuk ikhlas demi menginginkan wajah Allah semata.

Manusia paling bahagia di dunia ini, mereka yang hatinya bergantung kepada Allah
Manusia paling bahagia di dunia ini, mereka yang hatinya terpaut untuk mengagungkan Allah dan merasa diawasi olehNya.
Manusia paling bahagia di dunia, mereka di saat pagi dan sore perkataan dan perbuatannya hanya karena Allah.

Ikhlas..
Karenanya Allah menurunkan kitab-kitabNya.
Karenanya Allah mengutus Rasul-rasulNya.

Ikhlas adalah mengharap wajah Allah subhanahu wata’ala,
Tiap detik dan masa yang kita lalui saat bulan puasa seluruhnya untuk mengumpulkan keikhlasan dalam hati.

Allah memberi isyarat akan hal ini dalam hadis qudsi,

كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به

“Seluruh amal anak adam untuknya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untukKu. Aku yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari no.1761 dan Muslim no.1946)

Seorang hamba mukmin yang shalih sepatutnya menasehati dirinya bahwa puasa yang ia jalani sesuatu yang diinginkan oleh Allah. Agar ia menjadi hamba Allah bukan hamba selain Allah.

Karena Islam adalah berserah diri kepada Allah semata, tunduk dengan ketaatan serta berlepas diri dari kesyirikan dan penyembahan berhala.
Allah keluarkan puasa untuk para hambaNya. Dengan tujuan agar seorang hamba menjadi ikhlas dan inabah kepada Allah.

Ikhlas adalah asas agama yang paling agung.
Hendaknya seseorang bertanya pada dirinya ketika puasa, bicara dan bermuamalah dengan manusia dan seluruh perbuatannya.
Apakah dia inginkan wajah Allah dengan perbuatan tersebut?  Ataukah menginginkan apa yang disisi manusia? Apakah ia inginkan pujian,  sanjungan, sum’ah?

Seorang mukmin sepantasnya menjadikan puasa sebagai timbangan seluruh kalimat yang ia ucapkan.
Karena itulah dahulu para salafushshalih tatkala ingin bicara sesuatu ia perhatikan isi  hatinya terlebih dahulu.
Apakah ia inginkan pujian manusia ataukah ia inginkan Allah, Rabb surga dan manusia.

Ketahuilah sungguh ada satu hari milik Allah.
Saat itulah hari paling akhir,
Hari terbesar,
Sebelum manusia masuk ke dalam surga, kampung keselamatan.

Ketahuilah sungguh ada satu hari milik Allah.
Tidak akan bermanfaat bagi manusia apa yang diinginkan (selama di dunia) kecuali wajah Allah.
Itulah hari kemenangan bagi orang yang benar.
Semoga Allah jadikan saya dan kalian semua termasuk orang-orang yang mendapatkan ramhatNya,  kemuliaanNya.

Hendaknya orang yang berpuasa menjernihkan hatinya untuk ikhlas. Ia biasakan diri dan melatih diri sebelum bicara dan berbuat hendaknya ia tujukan untuk Allah.

Oleh karena itu Al Hasan Al bashr rahimahullah berkata,

لا يزال الرجل بخير إذاقال قال لله وإذا عمل عمل لله

“Seorang hamba senantiasa berada di atas kebaikan manakala ia berkata, iapun berkata karena Allah dan manakala ia berbuat, iapun berbuat karena Allah.” (Mushannaf Ibni Abi Syaibah)

Cukuplah seseorang disebut munafiq,
Cukuplah seseorang disebut riya,
Cukuplah seseorang disebut penjilat,
Cukuplaj seseorang disebut pendusta,
Cukuplah seseorang disebut curang,
Manakala ia berbuat kedustaan.
Manakala ia jadikan seluruh perbuatannya pada perkara yang tidak diridhai Allah jalla jalaaluh.
Cukuplah seseorang mendzalimi diri sendiri manakala Allah melihat dalam hatinya paling dasar terdapat penipuan, kedustaan, kemunafikan, atau batinnya lebih sesat  daripada dzahirnya.

فشر الناس من كانت سريرته شرا من علانيته وخير الناس من كانت سريرته خيرا من علانيته وكانت علانيته خيرا

Sejelek-jelek manusia manakala sendirian ia berbuat lebih buruk daripada saat ia berada di depan banyak orang.
Sebaik-baik orang, manakala sendirian ia berbuat paling baik daripada saat ia berada di depan umum. Maka saat terang-terangan iapun senantiasa diatas kebaikan.

Demikian pula orang yang berpuasa ia menahan makan minum. Saat ia sendirian tidak ada orang yang melihat sementara ia mampu masuk ke dalam rumahnya, masuk ke dalam kamarnya kemudian ia makan sesuka hatinya, ia minum apa saja yang ia mau namun ia tidaklah makan dan minum karena ia sedang puasa. Selama29 atau30 hari, puasa mampu membersihkan seseorang untuk ikhlas. Melatih seorang hamba untuk perkara agung yaitu merasa diawasi oleh Allah, takut kepada Allah. Seluruh hari bulan Ramdhan adalah madrasah bagi seorang hamba untuk perkara yang agung ini.

****
Sumber: Channel Telegram Faedah Ilmiyyah Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithiy
Simak audio berikut:
http://www.shanqiti.com/lessons/nLniU0JJiqorsNGqXc2M.mp3
Diterjemahkan oleh Penerjemah wanitasalihah.com
artikel wanitasalihah.com

Jadikan Ramadhan sebagai Momentum untuk Bertaubat

12:30 0
madanitv images
Bulan Ramadhan adalah …
momen yang sangat bagus untuk bertaubat kepada Allah Jalla wa ‘Ala.
Betapa banyak manusia yang melampaui batas,
tidak taat kepada Rabb-Nya,
menerjang berbagai kemungkaran.
Akan tetapi …
ketika tiba bulan Ramadhan yang mulia ini,
tersentuhlah hatinya untuk berbalik arah menuju jalan kebaikan,
hiduplah semangatnya untuk berbuat ketaatan.
Allah menerima mereka yang telah kembali ke jalan-Nya.
Allah melihat penyesalan yang tulus di hatinya,
penyesalan karena telah melalaikan seruan Allah.
Dia bertaubat,
taubat nasuha,
taubat yang tulus.
Pada bulan ini,
bulan yang agung ini,
banyak orang yang kembali menemukan jalan kebenaran,
mereka mendatangi Allah dengan taubat nasuha.
Mereka membuang masa lalunya yang hitam,
tak ingin lagi mengulangi masa lalu yang …
penuh maksiat
penuh dosa
penuh kesia-siaan.

Bulan ini adalah momentum untuk bertaubat.
ketika rahmat mengucur tiada henti dari langit.
ketika pintu kebaikan terbuka di mana-mana.
ketika ampunan Allah begitu mudah didapatkan.
Mari jadikan Ramadhan ini sebagai momentum untuk bertaubat.
Untuk Anda yang masih merokok,
mari berhenti merokok.
Untuk Anda yang mencampakkan orang tuanya,
Mohon maaflah kepada keduanya.
Untuk Anda yang masih berpacaran,
Mari berhenti pacaran.
Untuk Anda yang masih suka berbohong,
mari berhenti berbohong.
Untuk Anda yang berpaling dari ajaran agama,
mari kembali duduk di majelis ilmu.
Untuk Anda yang ingin kembali kepada Allah,
sekaranglah saatnya …
untuk berubah menjadi lebih baik.
***
Oleh: Redaksi WanitaSalihah.Com
Artikel WanitaSalihah.Com

Umat Lain yang Diperintahkan Berpuasa selain Umat Nabi Muhammad SAW

00:30 0
viaberita.com images
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kalian diwajibkan berpuasa – sebagaimana orang-orang sebelum kalian juga diwajibkan (berpuasa) – agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Terdapat dua faedah dalam firman Allah,

كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ

“… Sebagaimana orang-orang sebelum kalian juga diwajibkan (berpuasa).”

Faedah pertama.

Menghibur umat ini yang tengah merasakan lapar dan haus karena berpuasa. Orang akan merasa terhibur bila tahu bahwa kesulitan yang dialaminya juga pernah dialami oleh orang lain.

Faedah kedua.

Menjelaskan bahwa Allah menyempurnakan – bagi umat ini – keutamaan-keutamaan yang diberikan kepada umat-umat terdahulu.

Dari sini bisa kita lihat bahwa syariat umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan penyempurna syariat umat-umat terdahulu. Segala puji bagi Allah; kita mohon kepada-Nya agar memberi kita keistiqamahan di atas Islam.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وعن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” مثلي ومثل الأنبياء كمثل قصر أحسن بنيانه ترك منه موضع لبنة فطاف النظار يتعجبون من حسن بنيانه إلا موضع تلك اللبنة فكنت أنا سددت موضع اللبنة ختم بي البنيان وختم بي الرسل ” . وفي رواية : ” فأنا اللبنة وأنا خاتم النبيين”

“Aku dan para nabi ibarat sebuah istana yang paling indah bangunannya. Di bangunan itu tertinggal satu batu-bata yang belum ada. Orang-orang yang melihatnya berputar mengitarinya dengan penuh kekaguman saking indahnya istana itu, kecuali di satu bagian batu-bata. Aku ibarat batu-bata yang menutupi bagian kosong itu, dan aku adalah penutup para rasul.” (Muttafaqun ‘alaih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan syariat beliau dan syariat umat-umat terdahulu ibarat sebuah bangunan istana. Istana itu sudah hampir sempurna, kecuali satu bagian batu-bata. Orang-orang mengitari istana itu sambil terkagum-kagum. Namun mereka pun tersadar bahwa ada bagian yang kosong; itu membuat istana berlubang dan tidak lagi sempurna.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku ibarat batu-bata yang menutupi bagian kosong itu, dan aku adalah penutup para rasul.

~
Referensi:
Liqa’usy Syahri, 1:194-195, Maktabah Syamilah.
Misykatul Mashabih, karya Syaikh Al-Albani, Maktabah Syamilah.

**
Penyusun: Redaksi WanitaSalihah.Com
Artikel WanitaSalihah.Com

Kiat Ber-Medsos ketika Ramadhan

11:30 0
Pinters images
Medsos seakan menjadi kebutuhan harian setiap orang. Kita akui, banyak kemudahan yang bisa diperoleh dengan medsos.

Ketika seorang ibu tak sempat memasak sendiri untuk antaran buka puasa di masjid, dia bisa menelepon pihak catering untuk pesan-antar sesuai menu yang diinginkan.
Ketika seorang ayah tak sempat berbuka puasa bersama keluarga di rumah, dia bisa menghubungi anaknya untuk sekadar bercengkerama.
Ketika seorang anak perlu aktivitas bermanfaat sepanjang Ramadhan, ibunya bisa mencari ide-ide segar via medsos.
Ketika kita bingung dengan suatu perkara syariat, kita bisa mencari jawabannya dari referensi online tepercaya atau menanyakan langsung ke ustadz via medsos.
Di sisi lain, kita bersama sudah tahu bahwa di dunia medsos terbenam banyak “ranjau”. Ranjau-ranjau maksiat dan dosa. Bila kita salah melangkah, bisa-bisa kita menginjak “ranjau” itu. Akhirnya, kesempurnaan puasa kita berkurang dan pahala pun ikut berkurang.

Karena itulah, kali ini Redaksi WanitaSalihah.Com akan membagi beberapa kiat bermedsos ketika Ramadhan. Semoga medsos ini membawa manfaat sepanjang Ramadhan kita, bukan malah sebaliknya.

1. Al-Quran dan ibadah tetap yang utama

Medsos adalah sarana duniawi. Statusnya sama seperti hal mubah lainnya: bermanfaat bila digunakan sebagai sarana ibadah. Oleh sebab itu, berikanlah medsos jatah secukupnya. Kita gunakan medsos seperlunya, agar kita bisa memiliki waktu yang jauh lebih banyak untuk berinteraksi dengan Al-Quran dan melakukan ibadah lainnya.

2. Jaga mata dan telinga

Kadang kita tak sengaja berjumpa “ranjau” di medsos, seperti aurat wanita/lelaki, musik, gosip seputar dunia selebriti, berita politik, dan semacamnya. Ini adalah petaka pada hari-hari biasa, apatah lagi pada bulan suci Ramadhan.

Hati-hati! Sekali kita menginjaknya, ledakannya bisa dahsyat sekali.

Kita melihat atau mendengar perkara yang haram. Padahal puasa itu bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga menahan pandangan, pendengaran, lisan, hati, dan seluruh anggota tubuh.
Sekali melihat atau mendengar, jejaknya akan terus terbayang dan terngiang. Hati-hati bila menjumpai hal yang haram atau tidak bermanfaat sama sekali. Dia akan mendesak ruang di hati kita, meminta tempat yang sangat banyak. Membuat benak kita sibuk mengingatnya. Gosip artis, berita politik, dan banyak hal penting lainnya kadang menjadi ranjau tak terduga. Lebih baik kita waspadasebelum tak sadar menginjaknya. Kepada Allah kita memohon taufik.

3. Jauhi debat dan ucapan yang tak berguna

Medsos membuat lisan mampu terdiam tapi jari berubah menjadi sangat gesit. Pada hari-hari biasa saja, kita seharusnya menghindari debat dan ucapan yang tak berguna. Apatah lagi pada saat Ramadhan yang istimewa ini.

Debat dan ucapan yang tak berguna juga akan menyita begitu banyak waktu dan menguras perasaan. Alhasil, waktu, tenaga, dan pikiran yang bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat malah terbuang sia-sia atau bahkan mengantarkan diri ke pintu dosa.

Dosa itu tetap saja sama, apakah pada bulan Ramadhan atau bulan selainnya. Dia tetaplah dosa kepada Allah Sang Khalik. Dosa itu akan membuat kita malu dan menyesal pada hari hisab kelak.

Bilal bin Sa’ad rahimahullah, seorang tabi’in, berkata,

لا تنظر إلى صغر المعصية، ولكن انظر من عصيت

“Jangan melihat kecilnya maksiat, tapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat.” (Ad-Da’ wad Dawa’: 82)

***
Disusun oleh Redaksi WanitaSalihah.Com
Artikel WanitaSalihah.Com



Dua Cara Mudah untuk Memanfaatkan Tiap Detik Ramadhan Anda

01:00 0
Ramadhan bubarak images
Secara umum, waktu kita pada bulan Ramadhan terbagi dua:
1. Waktu untuk ibadah.
2. Waktu untuk aktivitas duniawi.

Ketika melakukan ibadah, hendaknya kita berkonsentrasi dan berusaha untuk khusyu’, misalnya ketika shalat, membaca Al-Quran, dan menghadiri majelis ilmu.

Nah, bagaimana ketika kita mengerjakan aktivitas dunia? Bagaimana caranya supaya waktu kita tetap menghasilkan pahala?

Mari praktikkan dua cara mudah berikut ini. Semoga bermanfaat.

Pertama. Berzikir pada setiap kesempatan.

Bila kita sedang beraktivitas sehari-hari – misalnya mencuci, memasak, di kendaraan, berjalan kaki, antri, menunggu, dan lain-lain – jangan biarkan lisan kita diam percuma. Mari berzikir dan beristigfar.

Astagfirullah.
Subhanallahi wa bihamdih.
La hawla wa la quwwata illa billah.
Dan lain-lain.
Selain mendapat pahala, dengan berzikir kita menyuburkan iman di hati. Bila seseorang malas berzikir, setan akan mudah sekali menggodanya. Na’udzu billahi min dzalik.

Kedua. Niatkan perkara duniawi untuk ketaatan kepada Allah.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah– mengatakan,

“Perkara mubah dibolehkan dan diizinkan oleh syari’at untuk dilakukan. Namun, perkara mubah itu dapat pula mengantarkan kepada hal-hal yang baik maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang diperintahkan. Perkara mubah terkadang pula mengantarkan pada hal yang jelek, maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang dilarang.

Inilah landasan yang harus diketahui setiap muslim bahwa hukum sarana sama dengan hukum tujuan (al wasa-il laha hukmul maqhosid).”

(Selengkapnya lihat di http://wanitasalihah.com/agar-makan-dan-tidur-menjadi-berpahala/)

Akan tetapi, ada satu hal penting yang perlu diingat. Jangan sampai kita berlebih-lebihan dalam hal yang mubah karena beralasan bahwa itu diniatkan untuk ketaatan kepada Allah.

Misalnya, sepanjang pagi hingga siang hanya tidur, dengan mencari-cari alasan bahwa itu dilakukan supaya badannya kuat berpuasa. Lalu pada sore hari, jalan-jalan keliling kota, dengan mencari-cari alasan bahwa itu untuk melewatkan waktu, supaya dia tidak tergoda untuk makan di rumah.

Kalau seperti ini caranya, kapan waktunya untuk membaca Al-Quran dan mentadabburinya? Kapan waktunya untuk duduk di majelis ilmu? Kapan waktunya untuk berbuat kebaikan yang lain?

(*) Catatan:

Di masyarakat kita tersebar riwayat yang mengatakan “tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah”. Ini merupakan hadits yang tidak benar. Silakan baca di:

https://konsultasisyariah.com/5926-tidur-waktu-puasa.html
https://rumaysho.com/454-tidurnya-orang-yang-berpuasa-adalah-ibadah.html
***
Oleh: Redaksi WanitaSalihah.Com
Artikel WanitaSalihah.Com

Berjuang hingga Akhir Waktu

14:43 0
satuislam images
Penting kita sadari, bahwa Ramadhan itu bukan hanya hitungan 10 jari. Ramadhan itu sepanjang 29 atau 30 hari. Bahkan, salah satu bagian terpenting Ramadhan ada di masa akhirnya, yaitu sepuluh hari terakhir Ramadhan, ketika kita sibuk menghidupkan malam-malam untuk mendapatkan lailatul qadar.

Agar kita lebih siap menjalani satu bulan penuh ini, mari bekali diri dengan ilmu sejak dini.

Berikut ini kami terjemahkan nasihat dari Syaikh Khalid Al-Mushlih, tentang akhir yang manis dari setiap amal. Semoga Ramadhan kita tahun ini penuh berkah dan kebaikan pada setiap detiknya, sejak awal hingga akhir, kemudian bulan-bulan setelahnya. Barakallahu fi-na wa iyyakum.

**

(*) Nasihat ini diterjemahkan dari http://almosleh.com/ar/index-ar-show-149.html

Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya keberhasilan amal itu tergantung di bagian akhirnya. Demikianlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنما الأعمال بالخواتيم

“Sesungguhnya amal itu tergantung akhirnya.”

Oleh sebab itu, bersemangatlah untuk menutup bulan (Ramadhan) ini dengan:
ketaatan kepada Allah Ta’ala,

taqarrub (pendekatan diri) kepada-Nya dengan berbagai amal shalih,
memperbaiki hubungan dengan-Nya, dan
bersikap jujur dalam pengharapan kepada segala kebaikan di sisi Allah Jalla wa ‘Ala.
Barang siapa yang melewati waktu lampau dengan kesia-siaan, maka hendaklah dia berusaha menjaga sisa waktu pada bulan ini dengan ketaatan dan kebaikan.

Barang siapa yang memenuhi waktu lampaunya dengan perbuatan baik, maka hendaklah dia bersemangat untuk meluruskan tujuannya dan menyucikan niatnya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hazim dari Sahal bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu; mari kita simak baik-baik pesan dari hadits yang begitu agung ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang lelaki yang tengah bertarung di medan perang yang juga diikuti oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Lelaki itu telah sangat banyak berjasa kepada pasukan kaum muslimin. Maksudnya, dia sangat banyak membantu dan ketangguhannya begitu menopang kekuatan pasukan kaum muslimin. Setiap orang kafir yang ia hadapi di peperangan itu pasti mati di tangannya.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabatnya,

من أحبَّ أن ينظر إلى رجل من أهل النار فلينظر إلى هذا

“Bila ada yang ingin melihat seorang penghuni neraka, silakan lihat lelaki ini.”

Salah seorang sahabat menanggapi, “Saya benar-benar sudah melihat peran dan kebaikannya (di peperangan ini).”

Kemudian dia berkata, “Saya mencoba mengamatinya. Ternyata, dia memang seperti yang kami katakan tadi: bila dia berhadapan dengan orang kafir di peperangan itu, pasti dia membunuhnya. (Akan tetapi), ketika dia terluka dan kondisinya melemah, ternyata dia ‘mempercepat kematiannya’ dengan menghunuskan bagian panjang pedang – yaitu menghunuskan ujung pedang – ke tengah dadanya. Dia menusuk pedang itu hingga menembus punggungnya.”

Yang terjadi, dia bunuh diri karena tidak sabar menghadapi rasa sakit yang dideritanya. Inilah realita yang tampak di depan mata sahabat Nabi yang melihatnya. Kendati demikian, di balik itu mungkin ada sesuatu yang tidak terlihat di dalam hati prajurit yang bunuh diri tersebut, seperti riya’ dan semacamnya, yang merupakan pembatal amal.

Selanjutnya, sahabat yang menyaksikan peristiwa tersebut mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia berkata, “Saya bersaksi bahwa Anda adalah rasul Allah.” Dia pun berbincang dengan Nabi shallallau ‘alaihi wasallam.

Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “Berita apa yang ingin engkau sampaikan?”

Lantas, sahabat tersebut menceritakan akhir hidup si lelaki yang dilihatnya tadi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ الرجل ليعمل عمل أهل النار، ثم يعمل بعمل أهل الجنة، وإن الرجل ليعمل بعمل أهل الجنة، وهو من أهل النار، فيعمل بعمل أهل النار

“Sesungguhnya ada orang yang melakukan amalan penduduk neraka, kemudian setelahnya dia melakukan amalan penduduk surga. Sesungguhnya ada orang yang mengerjakan amalan penduduk surga – padahal sebenarnya dia adalah penghuni neraka – kemudian akhirnya dia pun melakukan amal yang dapat membawanya ke neraka.”

Kemudian beliau menyampaikan kaidah yang tidak boleh kita lalaikan, yaitu sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,

إنَّما الأعمال بالخواتيم

“Sesungguhnya amal itu tergantung kepada akhirnya.”

Bersemangatlah untuk menutup setiap ucapan dan perbuatan dengan kebaikan. Berdoalah kepada Allah agar mewujudkan husnul khatimah (akhir yang baik) pada setiap ucapan dan perbuatan kita.

رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا

“Wahai Rabb-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. Al-Isra': 80)

Mohonlah kepada Allah agar kita diberikan kejujuran setiap kali memulai perkataan atau perbuatan. Mohonlah juga agat kita diberikan kejujuran di setiap akhirnya.

Ya Allah, kami mohon kepada-Mu jalan yang lurus.
Ya Allah, mohon bantu kami untuk menutup bulan ini dengan ketaatan dan kebaikan.
Wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mahamulia, masukkanlah kami ke dalam golongan hamba-Mu yang engkau terima amal shalihnya, wahai Tuhan yang Mahahidup dan Mahakekal.

Ya Allah, terimalah puasa dan shalat kami.
Ya Allah, terimalah puasa dan shalat kami.

Ya Allah, bantulah kami untuk melakukan amal shalih dengan ikhlas demi wajah-Mu.
Jadikanlah amal shalih itu sebagai pemberat mizan kebaikan kami kelak, wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mahamulia.

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari kejelekan diri kami dan keburukan perbuatan kami.

Ya Allah, berilah kami hidayah dan tunjukilah kami jalan kebenaran, wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mahamulia.
Ya Allah, bantulah kami dan jangan telantarkan kami.
Ya Allah, bantulah kami dan jangan telantarkan kami.
Ya Allah, berilah kami petunjuk dan mudahkanlah kami untuk meniti jalan kebenaran.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-Mu yang senantiasa berzikir dan bersyukur.

Hanya kepada-Mu kami menyandarkan rasa harap, takut, dan cemas, serta hanya kepada-Mu kami kembali.

Ya Allah, mohon terimalah taubat kami dan mudahkanlah urusan kami, ampunilah ketergelinciran kami dan bantulah kami agar tak terjerumus (dalam dosa), wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mahamulia.

Ya Allah, bantulah kami mengerjakan amal shalih dan palingkanlah keburukan dari kami, wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mahamulia.

Ya Allah, limpahkanlah rasa aman di seluruh penjuru negeri kami.
Jadikanlah pemimpin kami penuh kebaikan, dan jadikanlah para pejabat di negeri kami penuh kebaikan.
Jadikanlah penduduk negeri kami senantiasa takut kepada-Mu, bertakwa kepada-Mu, dan berusaha meraih ridha-Mu, wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mahamulia.

Ya Allah, berilah petunjuk kepada para pemegang jabatan di negeri kami, agar mereka bisa menata negeri kami hingga penduduk negeri ini menjadi baik dan negeri ini dipenuhi kebaikan.

Ya Allah, berilah petunjuk kepada para pemegang jabatan di negeri kami, agar mereka bisa menata negeri kami hingga penduduk negeri ini menjadi baik dan negeri ini dipenuhi kebaikan.

Ya Allah, bila ada orang yang ingin menimpakan keburukan kepada kami dan kaum muslimin, buatlah mereka sibuk dengan urusannya sendiri (sehingga tidak ada waktu bagi mereka untuk mengganggu kami).
Mohon jagalah kami dari kejahatan mereka.
Hanya kepada-Mu kami memohon untuk menyingkirkan bahaya yang mereka siapkan.
Hanya kepada-Mu kami berlindung dari kekejian mereka.

Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan-Mu.
Tidak ada yang mampu menahan segala sesuatu yang Engkau beri.
Tidak ada yang mampu melakukan segala sesuatu yang Engkau tahan.
Tidak ada yang mampu memberi manfaat bila Engkau tak memberinya.

Ya Allah, berilah kami taufik agar bisa mendapatkan malam lailatul qadar.
Ya Allah, berilah kami taufik agar bisa mendapatkan malam lailatul qadar.
Ya Allah, berilah kami taufik agar bisa mendapatkan malam lailatul qadar.

Ya Allah, kepada-Mu kami mohon ampunan, keselamatan, dan pemaafan selamanya.
Wahai Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami; jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami maka kami benar-benar telah merugi.

Ya Allah, limpahkanlah salawat kepada Nabi Muhammad dan keluarhanya, sebagaimana engkau telah melimpahkan salawat kepada Ibrahim dan keluarganya.

Sesunguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mahamulia.

**
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah WanitaSalihah.Com
Artikel WanitaSalihah.Com

***
أيها المؤمنون! إنَّ الأعمال بالخواتيم، هكذا قال النبي صلى الله عليه وسلم: «إنما الأعمال بالخواتيم»، فاحرصوا على أن تختموا شهركم بطاعة الله تعالى والتقرب إليه بأنواع القربات، وإحسان الصلة به، وصدق العبد في الرغبة فيما عنده جلَّ في علاه، فمن كان مقصراً فيما مضى فليحفظ ما بقي من هذا الشهر بالطاعة والإحسان، ومن كان محسناً فيما مضى فليحرص على سلامة القصد وصحة النية، ففي البخاري ومسلم من حديث أبي حازم عن سهل بن سعد الساعدي رضي الله عنه، واستمع إلى هذا الحديث العظيم: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نظر إلى رجل في غزوة من الغزوات مع النبي صلى الله عليه وسلم، وكان رجلاً عظيم الغَنَاء في المسلمين، يعني: شديد النصرة والقوة في الذب عن أهل الإسلام، لا يترك شاذَّة من أهل الكفر إلا أتى عليها، فقال النبي صلى الله عليه وسلم لأصحابه: «من أحبَّ أن ينظر إلى رجل من أهل النار فلينظر إلى هذا»، فقال أحد الصحابة: لأنظرنَّ ما شأنه وما حاله، يقول: فتتبعته، فكان على ما وصفنا من أنه لا يترك في الكافرين شيئاً إلا أتى عليه، فلما أصابته الجراح وأثخنته، استعجل الموت فوضع ذبابة سيفه -يعني: رأس السيف- بين ثدييه، فاتجه فاتكأ عليه حتى خرج من ظهره. يعني: قتل نفسه ولم يصبر على ألم ما أصابه، ولعلَّ هذه هي الصورة الظاهرة التي رآها الصحابي، ولكن هناك أمر وراء ذلك وهو ما يمكن أن يكون قد قام في قلبه من رياء أو غير ذلك من الآفات التي تحبط العمل، فجاء الصحابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: أشهد أنك رسول الله. يخاطب النبي صلى الله عليه وسلم، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم: «وما ذاك؟» فقصَّ عليه خبر الرجل وما قال فيه فقال: «إنَّ الرجل ليعمل عمل أهل النار، ثم يعمل بعمل أهل الجنة، وإن الرجل ليعمل بعمل أهل الجنة، وهو من أهل النار، فيعمل بعمل أهل النار»، ثم قال تلك القاعدة التي ينبغي أن لا تغيب عن أذهاننا، وهي قوله صلى الله عليه وسلم: «إنَّما الأعمال بالخواتيم». –

فاحرص على حسن الخاتمة في كل قول وعمل، واستحضر قول الله ودعاءه: { رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا} ، استحضر مدخل الصدق في كل مدخل تدخله من قول أو معاملة، واستحضر مخرج الصدق في كل ما تأتيه أو تذره من قول أو معاملة.

اللهم اسلك بنا سبيل الرشاد، اللهم اختم لنا شهرنا بالطاعة والإحسان، ومُنَّ علينا بفضلك يا ذا الجلال والإكرام أن نكون من عبادك المقبولين يا حيُّ يا قيوم، اللهم اقبل الصيام والقيام، اللهم اقبل الصيام والقيام، اللهم اجعله خالصاً لوجهك تثقل به الموازين يا ذا الجلال والإكرام.

اللهم إنا نعوذ بك من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، اللهم اهدنا واسلك بنا سبيل الهدى يا ذا الجلال والإكرام، اللهم أعنّا ولا تعن علينا، اللهم أعنّا ولا تعن علينا، اللهم أعنّا ولا تعن علينا، اللهم اهدنا ويسِّر الهدى لنا، اللهم اجعلنا لك ذاكرين شاكرين، لك رغَّابين رهَّابين أوَّاهين منيبين، اللهم تقبَّل توبتنا وثبت حجتنا واغفر زلتنا وأقل عثرتنا يا ذا الجلال والإكرام، اللهم استعملنا في الصالحات، واصرف عنا السيئات يا ذا الجلال والإكرام.

اللهم آمنَّا في أوطاننا، وأصلح أئمتنا وولاة أمورنا، واجعل ولايتنا فيمن خافك واتقاك واتبع رضاك يا ذا الجلال والإكرام، اللهم وفق ولاة الأمور إلى ما فيه خير العباد والبلاد، اللهم وفقهم إلى ما فيه خير العباد والبلاد، اللهم من أرادنا والمسلمين بشر فأشغله بنفسه، واكفنا شره، ندرأ بك في نحره، ونعوذ بك من شره، لا حول ولا قوة إلا بك، لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت، ولا ينفع ذا الجد منك الجد.
اللهمَّ وفقنا لقيام ليلة القدر، اللهم وفقنا لقيام ليلة القدر، اللهم وفقنا لقيام ليلة القدر، اللهم إنا نسألك العفو والعافية والمعافاة الدائمة.
ربنا ظلمنا أنفسنا، وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكوننَّ من الخاسرين.
اللَّهمَّ صلِّ على محمد وعلى آل محمد، كما صليت على إبراهيم، وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.

Menjadi Orang Bertakwa dengan Berpuasa Ramadhan

00:10 0
ramadankarem images
Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Mengapa kita diwajibkan berpuasa?

Apakah supaya kita merasa lapar dan haus? Bukan.

Akan tetapi …

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

“Agar kalian bertakwa.”

Allah memerintahkan kita berpuasa supaya kita menjadi orang yang bertakwa kepada Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجه في أن يدع طعامه وشراب

“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan malah melakukan perbuatan keji itu, maka Allah tidak butuh dengan perbuatannya yang meninggalkan makan dan minum.”

Hendaklah kita sadar bahwa kita ini sedang berpuasa. Kita tinggalkan segala hal yang halal (di luar bulan Ramadhan) – berupa makan, minum, dan berhubungan intim suami-istri. Kita tinggalkan semua itu untuk beribadah (menghambakan diri) kepada Allah, mengerjakan perintah-Nya, dan menunaikan hal yang diwajibkan-Nya. Dengan amal ketaatan tersebut, kita harapkan diri kita bisa meraih derajat takwa.

Banyak orang menyangka bahwa puasa Ramadhan itu hanya sebatas menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan intim suami-istri. Karena itulah, mereka menghabiskan sepanjang siangnya dengan tidur, mengerjakan hal yang sia-sia, bermain-main, dan semacamnya. Perbuatan mereka ini keliru.

Seharusnya, jika seorang muslim sedang berpuasa, maka …

Pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota tubuh juga ikut berpuasa.
Menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah.
Menunaikan hal-hal yang diwajibkan Allah.
Shalat berjamaah di masjid (bagi laki-laki).
Banyak membaca Al-Quran.
Banyak bersedekah.
Banyak berbuat baik.
Dengan melakukan seluruh hal itu, diharapkan dia bisa mencapai tujuan disyariatkannya puasa, (yaitu agar menjadi hamba Allah yang bertakwa, pen.).

**

Sumber: Liqa’usy Syahri, 1:194-195, Maktabah Syamilah.

Diterjemahkan oleh Redaksi WanitaSalihah.Com
Artikel WanitaSalihah.Com

~
(*) Silakan baca faedah lain tentang takwa di Apa Arti Takwa

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.
قوله تعالى: كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ [البقرة:183] لماذا؟ هل لأجل أن نجوع ونعطش؟ لا. لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [البقرة:183] أي: من أجل أن تتقوا الله.

قال النبي عليه الصلاة والسلام: (من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجه في أن يدع طعامه وشرابه).

ومن هنا يجب أن نشعر ونحن نصوم فنمسك عما أحل الله من الأكل والشرب والنكاح، نشعر بأننا نفعل هذا تعبداً لله وامتثالاً لأمره وتنفيذاً لفرضه، وأننا نتوسل بذلك ونتوصل إلى التقوى .. إلى اجتناب المحرمات والقيام بالواجبات.

أكثر الناس يظنون أن الصيام مجرد حبس النفس عن الأكل والشرب والنكاح، فتجدهم يقضون أوقات النهار بالنوم أو العبث أو اللعب أو ما أشبه ذلك، وهذا خطأ، إذا صمت فليصم منك السمع والبصر واللسان والجوارح، اتق الله، تجنب محارم الله، قم بما أوجب الله عليك من الواجبات، صل مع الجماعة، أكثر من قراءة القرآن، أكثر من الصدقة، أكثر من الإحسان حتى تنال الحكمة التي من أجلها فرض الصوم.

Berpuasa supaya Langsing dan Sehat, Bolehkah?

13:07 0

Bagi orang yang berpuasa, ada penghapusan dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan hal tersebut beserta syaratnya,
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena beriman dan mengharap pahala, dosanya yang terlalu berlalu akan diampuni.” (Muttafaqun ‘alaih)

Hadits di atas tampil dalam konteks sebab-akibat (jika-maka). Terdapat kata “imanan wah tisaban” yang berkedudukan sebagai maf’ul liajlih, yang menunjukkan alasan orang berpuasa Ramadhan. Jika seseorang berpuasa Ramadhan karena beriman dan mengharap pahala maka dosanya yang telah berlalu akan diampuni. Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa orang yang akan mendapat ampunan dosa hanyalah orang yang berpuasa karena beriman dan mengharap pahala dari Allah.

Nah, kalau begitu, bagaimana bila orang menjadikan puasa Ramadhan sebagai momen untuk diet (supaya badan menjadi langsing), atau supaya badannya lebih sehat?

Berikut ini kami terjemahkan penjelasan Syaikh Shalih Al-Munajjid tentang amalan akhirat yang diniatkan untuk tujuan duniawi (sumber: https://islamqa.info/ar/228454). Semoga bermanfaat.

***

Amal Ibadah untuk Tujuan Duniawi

Pertanyaan:

Apakah seseorang boleh berniat melakukan ibadah namun diikuti dengan tujuan meraih manfaat duniawi?

Jawaban:

Alhamdulillah.

Pada asalnya, seorang muslim wajib meniatakan ibadah dan ketaatannya untuk meraih ridha Allah. Hendaknya niatnya hanya itu saja.

Adapun orang yang melakukan amalan ketaatan atau ibadah yang disertai tujuan duniawi, maka rinciannya ada dua.

Pertama. Tujuan duniawi adalah satu-satunya niat dan tujuannya.

Contoh: berpuasa hanya untuk diet dan supaya langsing, berhaji semata untuk mencari uang, berjihad hanya untuk mendapatkan ganimah, bersedekah hanya supaya sembuh dari penyakit atau mendapat pujian manusia, dan lain-lain.

Orang yang berniat semacam ini tidak akan mendapatkan bagian apa pun di akhirat.

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ * أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)

Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata, “Barang siapa yang beramal shalih untuk meraih dunia – misalnya puasa, shalat, tahajjud – dan amal shalih itu dia lakukan hanya demi tujuan dunia, maka Allah berfirman (tentangnya), ‘Kuwafatkan orang yang menginginkan balasan dunia dalam keadaan sia-sia amalan yang dilakukannya karena tujuan duniawi itu, dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi.” (Jami’ul Bayan, 12:347)

Abul ‘Abbas Al-Qurthubi berkata, “Jika dominasi niat (tujuan utamanya) dalam beramal adalah untuk tujuan duniawi maka amal yang dilakukannya itu tidak bernilai ibadah, bahkan dia dinilai sebagai orang yang bermaksiat dan akan mendapat hukuman di akhirat. Niat utamanya dalam beramal bisa jadi dalam bentuk ingin berbuat kekufuran – ini merupakan syirik akbar – atau bisa jadi dalam bentuk riya’ – ini merupakan syirik ashgar. Perincian ini berlaku jika motivasi melakukan ibadah adalah tujuan duniawi semata; indikasinya: bila tujuan duniawi itu tidak ada, dia tidak akan mau beramal.” (Al-Mufhim li Ma Asykala min Talkhishi Kitabi Muslim, 12:50)

Kedua. Dia beramal demi mengharap wajah Allah, dan pada saat yang bersamaan dia juga ingin mendapat manfaat dan keuntungan duniawi yang tergolong mubah (boleh). Dalam hal ini terdapat beberapa perincian.

Misalnya, orang yang berpuasa karena Allah dan pada saat yang bersamaan dia juga berniat ingin menyehatkan badannya.

Contoh lain:

Orang yang berhaji demi Allah sekaligus ingin berdagang di tempat hajinya nanti.
Orang yang berjihad fi sabilillah sekaligus ingin mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang).
Orang yang berzakat demi Allah sekaligus ingin menjadikan hartanya berberkah dan bertambah.
Orang yang bersedekah demi Allah sekaligus ingin mendapatkan kesembuhan dengan sebab sedekahnya itu.
Silaturahmi demi mendapat pahala dari Allah sekaligus memperpanjang umur dan memperluas rezeki.
Kondisi pencampuran niat semacam ini akan berbeda-beda kedudukannya dalam syariat, tergantung seberapa besar masing-masing dominasi niat tersebut.

(1) Niat terbesarnya adalah demi mengharap wajah Allah dan mendapat pahala-Nya, maka kondisi ini tidak bermasalah.

Ath-Thahir Ibnu ‘Asyura berkata, “Jika di hatinya ada tujuan mendesak, dan hal tersebut merupakan manfaat sampingan dari sebuah ibadah – bukan maksud utamanya – maka orang tersebut diampuni (tidak berdosa). Terlebih lagi jika memang manfaat sampingan itu sulit sekali dilepaskan dari hati atau manfaat sampingan itu semakin memotivasi orang untuk beribadah.” (At-Tahrir At-Tamwir, 318:23)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Tujuan duniawi yang terikut dalam niat utama suatu amal tidaklah merusak pahala amal tersebut, jika memang niat utamanya adalah untuk mengharap wajah Allah dan negeri akhirat.”

Dengan sifat hikmah-Nya dan rahmat-Nya, Allah menjadikan balasan itu ada yang diberikan segera (di dunia) dan ada yang akan diberikan kemudian (di akhirat). Itulah janji yang diberikan Allah bagi orang-orang yang beramal shalih. Hasil dan buah dari suatu amal akan membangkitkan semangat manusia untuk beramal shalih dan memotivasinya untuk berbuat baik. Senada dengan hal itu, orang yang berdosa juga diancam dengan hukuman dan siksa, karena Allah ingin menakuti hamba-Nya sehingga di akhirat mereka dibangkitkan dalam keadaan tak melakukan dosa dan maksiat selama di dunia.

Seorang mukmin yang jujur keimanannya akan berusaha melakukan amal shalih dan meninggalkan dosa semata ikhlas karena Allah, dengan menjadikan janji dan ancaman dari Allah sebagai pendorong sampingannya di belakang tujuan utama yang sangat mulia (yaitu beramal karena Allah).” (Bahjah Qulubil Abrar, hlm. 273)

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika tujuan terbesarnya adalah beribadah kepada Allah (dan dia punya tujuan sampingan yang bersifat duniawi) maka dia luput dari pahala yang sempurna. Akan tetapi, hal tersebut tidak sampai membuatnya berdosa. Allah Ta’ala berfirman,

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS. Al-Baqarah: 198)

(2) Jika tujuan duniawi adalah niat utama (motivasi terbesarnya) maka orang tersebut tidak akan mendapat pahala sama sekali.

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan (dalam lanjutan ucapan beliau di atas), “JIka niat utamanya bukan untuk beribadah kepada Allah maka di akhirat dia tak akan mendapat pahala sama sekali. Dia hanya akan mendapat keuntungan duniawi (sesuai dengan niat awalnya, pen.). Saya khawatir, dia berdosa karena menjadikan ibadah – yang merupakan tujuan tertinggi – sebagai sarana duniawi yang rendah dan hina. Kondisi ini mirip seperti yang difirmankan Allah,

وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS. At-Taubah: 58)

Di dalam Ash-Shahihain terdapat hadits riwayat Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه

“Barang siapa yang berhijrah demi tujuan duniawi atau demi wanita yang ingin dinikahinya maka keuntungan hijrahnya sesuai dengan niatnya itu.”

(3) Niat ibadah dan tujuan duniawi sama-sama seimbang di dalam hatinya.

“Di dalam hatinnya, niat ibadah maupun tujuan duniawi tidak ada yang mendominasi (kadarnya sama), maka dalam hal ini ada beberapa pendapat. Pendapat yang paling mendekati kebenaran – insyaallah – adalah dia tidak mendapat pahala sama sekali sebagaimana orang yang beramal karena Allah tapi juga beramal demi tujuan selain Allah.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Al-Utsaimin, 1:99)

Salah satu hikmah Allah Ta’ala, Dia memberikan balasan yang disegerakan – yaitu keberkahan amalan ini, menyebutkan apa saja bentuk keberhakan itu untuk hamba-Nya sebagai agar memotivasi mereka dalam beramal.

فعند الله ثواب الدنيا والآخرة

“… Karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.” (QS. An-Nisa: 134)

Dengan disebutkannya pahala dan manfaat suatu amal shalih, jiwa manusia akan terikat dengannya dan menjadikannya tujuan. Di antara bentuk kemuliaan Allah, jika seseorang meniatkan ibadah demi mengharap wajah Allah maka Allah akan memberikan kebaikan-kebaikan di dunia “negeri” baginya (yaitu di dunia dan di akhirat),

فآتٰهم الله ثواب الدنيا وحسن ثواب الآخرة

“Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat.” (QS. Ali Imran: 148)

Tidaklah tercela bila seseorang beramal demi Allah, dengan pahala akhirat sebagai tujuan utamanya dan keuntunngan duniawi (sesuai janji Allah) sebagai harapan sampingannya. Yang tercela, orang yang beramal shalih semata untuk keuntungan duniawi atau keuntungan duniawi adalah tujuan utamanya (dan tujuan akhirat hanya tujuan sampingan), dan bila tidak ada keuntungan duniawi maka dia tidak mau beramal. Allah Ta’ala berfirman,

فمن الناس من يقول ربنا آتنا في الدنيا وما له في الآخرة من خلاق ومنهم من يقول ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

“Maka di antara manusia ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,’ dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. Al-Baqarah: 200)

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An-Nahl: 97)

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi ….” (QS. Al-A’raf: 96)

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ ، فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ ، كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ دُونَ الْجَنَّةِ

“Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena keduanya menghapuskan kemiskinan dan dosa, sebagaimana jilatan api mengilapkan besi, emas, dan perak. Balasan yang paling pantas bagi haji yang mabrur adalah surga.” (HR. Ahmad; dinilai shahih oleh Al-Albani)

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

“Siwak membersihkan mulut, diridhai oleh Rabb kita (Allah).” (HR. Ahmad, no. 33683; dinilai shahih oleh Al-Albani)

Hukum syariat yang berkaitan dengan berbagai manfaat termaktub dalam Al-Quran maupun hadits yang tak terhitung banyaknya. Di antaranya:

Melanjutkan haji dengan umrah agar terhalang dari kefakiran.
Beristigfar agar bertambah banyak harta dan anaknya.
Mengucapkan zikir-zikir agar Allah menjaganya dari marabahaya.
Shalat subuh berjamaah agar dia mendapat penjagaan Allah dan perlindungan-Nya.
Memberi kemudahan kepada orang yang tengah kesulitan, agar Allah memudahkan urusannya di dunia.
Bersalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar terhindar dari kegelisahan.
Menunaikan zakat agar bertambah banyak harta dan berkembang.
Memperbanyak ibadah agar anak keturunannya dijaga oleh Allah.
Beristigfar agar sembuh dari penyakit.


Zahir nash menunjukkan bahwa seseorang boleh beramal shalih dengan maksud duniawi ini (sebagai niat sampingan yang hanya berfungsi sebagai pengikut dari niat utamanya yaitu mengharap ridha dan pahala dari Allah, pen.). Alasannya, Allah menjadikan manfaat duniawi ini untuk memotivasi hamba-Nya untuk beramal, dengan syarat: mengharap wajah Allah adalah niat utamanya (tujuan terbesarnya) dalam beramal, sedangkan tujuan duniawinya hanya ikutan (keinginan sampingan).

Oleh karena itu, sebagian salaf beramal dengan maksud tersebut. Sa’id bin Jubair berkata, “Saya banyak melakukan shalat (sunnah) untuk anakku ini.” Hisyam menjelaskan, “Dia melakukannya karena berharap Allah menjaga anaknya.” (Hilyatul Auliya’, 4:279)

Perlu kita ingat kembali, orang yang beramal ibadah semata ikhlas karena Allah dan tujuannya hanya demi pahala Allah maka inilah niat yang paling sempurna, paling utama, dan paling besar nilainya dibandingkan orang yang mengikutkan tujuan duniawi dalam amalnya meski tujuan itu hanya keinginan sampingan.

Kesimpulan:

Bila seseorang yang melakukan amal ibadah dengan tujuan dunia semata, maka dia tidak aan mendapat pahala sama sekali, misalnya: bersedekah hanya supaya sembuh, membaca surat Al-Baqarah hanya untuk mendapatkan jodoh, berpuasa hanya untuk diet (supaya langsing), berjihad hanya untuk mendapat ghanimah, dan berhaji hanya supaya bisa berdagang).
Bila orang melakukan amal ibadah hanya demi wajah Allah dan pahala di akhirat, sementara manfaat duniawi hanya sampingan (ikutan), bukan niat utama, maka ini tidak masalah. Wallahu a’lam.
~

(*) Catatan Redaksi WanitaSalihah.Com:

Tanpa berniat diet pun, bila kita berpuasa sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, insyaallah badan akan sehat dan langsing dengan sendirinya.
Jadi, rugi sekali kalau dosa tidak diampuni karena niat puasanya hanya supaya langsing, atau niat itu yang jadi motivasi terbesarnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita untuk makan dan minum secukupnya. Jangan sampai kita menahan lapar dan dahaga sejak subuh hingga sebelum magrib, lalu ketika azan magrib berkumandang perut kita laksana bejana super besar yang menampung begitu banyak macam makanan dan minuman. Sampai-sampai untuk berdiri shalat magrib pun rasanya kita sudah tak kuat lagi. Wallahu a’lam.
~~
Oleh: Redaksi WanitaSalihah.Com
Artikel WanitaSalihah.Com

***
حكم فعل الطاعات بقصد الفوائد الدنيوية
ملخص الجواب

السؤال:
هل يجوز للإنسان أن يفعل طاعة وعبادة لله ويقصد من ورائها الحصول على منفعة دنيوية ؟
تم النشر بتاريخ: 2015-03-03
الجواب :
الحمد لله
الأصل في المسلم أن يقصد بعبادته وطاعته مرضاة الله ، وأن تكون نيته متمحضةً لذلك .
ومن فعل الطاعة أو العبادة بقصد الحصول على ثمرة دنيوية ، فإن له في ذلك حالين:
الأولى : أن تكون الثمرة الدنيوية هي كل مبتغاه وقصده .
فيصوم لأجل الحمية والريجيم ، ويحج عن غيره طلباً للمال فقط ، ويخرج للجهاد لأجل الغنيمة ، ويتصدق بنية الشفاء أو الثناء … الخ .
فهذا ليس له في الآخرة من نصيب .
قال تعالى : (مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ * أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ).
قال ابن جرير الطبري : ” مَنْ عَمِلَ صَالِحًا الْتِمَاسَ الدُّنْيَا صَوْمًا أَوْ صَلَاةً أَوْ تَهَجُّدًا بِاللَّيْلِ لَا يَعْمَلُهُ إِلَّا لِالْتِمَاسِ الدُّنْيَا ؛ يَقُولُ اللَّهُ : أُوَفِّيهِ الَّذِي الْتَمَسَ فِي الدُّنْيَا مِنَ الْمَثَابَةِ ، وَحَبِطَ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُ الْتِمَاسَ الدُّنْيَا ، وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ” انتهى من “جامع البيان” (12/347) .
وقال أبو العباس القرطبي : ” فأما إذا كان الباعثُ عليها غير ذلك من أعراض الدُّنيا ؛ فلا يكونُ عبادة ، بل يكون معصية موبقة لصاحبها ، فإما كفرٌ ، وهو : الشرك الأكبر ، وإما رياء ، وهو : الشركُ الأصغر … هذا إذا كان الباعثُ على تلك العبادة الغرضَ الدنيوي وحده ، بحيث لو فُقِد ذلك الغرضُ لتُرِك العمل “. انتهى من “المفهم لما أشكل من تلخيص كتاب مسلم” (12/50) .
الثانية : أن يبتغي بعمله وجه الله ، ويقصد مع ذلك تحصيل الحظوظ والفوائد الدنيوية المباحة التي تترتب على العمل .
كمن صام لله ، وقصد مع ذلك حفظ صحته ، وحج لله ونوى مع ذلك التجارة ، وجاهد في سبيل الله وقصد الحصول على الغنائم ، وزكى لله قاصداً البركة ونماء ماله ، وتصدق لله ونوى مع ذلك الشفاء من المرض ، ووصل رحمه ابتغاء الأجر وطول العمر وسعة الرزق .
ففي هذه الحال يختلف الحكم بحسب ” قوة الباعث ” على العمل:
١- فإن كان الباعث الأقوى هو وجه الله وابتغاء الأجر من الله ، فلا بأس .
قال الطاهر بن عاشور : ” فَأَمَّا إِنْ كَانَ لِلنَّفْسِ حَظٌّ عَاجِلٌ ، وَكَانَ حَاصِلًا تَبَعًا لِلْعِبَادَةِ ، وَلَيْسَ هُوَ الْمَقْصُودُ ، فَهُوَ مُغْتَفَرٌ ، وَخَاصَّةً إِذَا كَانَ ذَلِكَ لَا تَخْلُو عَنْهُ النُّفُوسُ، أَوْ كَانَ مِمَّا يُعِينُ عَلَى الِاسْتِزَادَةِ مِنَ الْعِبَادَةِ “. انتهى من “التحرير والتنوير” (23/ 318).
وقال الشيخ عبد الرحمن السعدي : ” قَصْد العامل ما يترتب على عمله من ثواب الدنيا لا يضره إذا كان القصد من العمل وجه الله والدار الآخرة .
فإن الله بحكمته ورحمته رتب الثواب العاجل والآجل ، ووعد بذلك العاملين ؛ لأن الأمل واستثمار ذلك ينشط العاملين ، ويبعث هممهم على الخير ، كما أن الوعيد على الجرائم ، وذكر عقوباتها مما يخوف الله به عباده ويبعثهم على ترك الذنوب والجرائم.
فالمؤمن الصادق يكون في فعله وتركه مخلصا لله ، مستعينا بما في الأعمال من المرغِّبات المتنوعة على هذا المقصد الأعلى “. انتهى من “بهجة قلوب الأبرار” صـ 273.
وقال الشيخ ابن عثيمين :
” إن كان الأغلب عليه نية التعبد فقد فاته كمال الأجر ، ولكن لا يضره ذلك باقتراف إثم أو وزر لقوله تعالى في الحجاج: ( لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ) “. انتهى

٢- وأما إن كان المقصد الدنيوي هو الباعث الأقوى ، فلا ثواب له.
قال الشيخ ابن عثيمين في تتمة كلامه السابق :
” وإن كان الأغلب عليه نية غير التعبد ، فليس له ثواب في الآخرة ، وإنما ثوابه ما حصله في الدنيا، وأخشى أن يأثم بذلك لأنه جعل العبادة التي هي أعلى الغايات وسيلة للدنيا الحقيرة، فهو كمن قال الله فيهم: ( وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ) …

وفي الصحيحين عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه أن النبي، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قال: ( من كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه) .
٣- وإن تساوى عنده الأمران ، فلم تغلب نية التعبد ولا نية غير التعبد فمحل نظر، والأقرب: أنه لا ثواب له كمن عمل لله تعالى ولغيره”. انتهى من “مجموع فتاوى ورسائل الشيخ ” (1/99) .
ومن حكمة الله تعالى أن جعل للطاعات ثوابا معجّلا هو من بركة هذه الطاعات وذَكَر بعضها لعباده ترغيبا لهم في سلوك طريقها (فعند الله ثواب الدنيا والآخرة) .
وذِكْر هذه الثمرات والفوائد الدنيوية للأعمال الصالحة يجعل النفوس تتطلع إليها وتقصدها .
ومن كرمه تعالى أنه يعطي العاملين – إذا قصدوا وجهه – حسنات في الدارَيْن (فآتٰهم الله ثواب الدنيا وحسن ثواب الآخرة) .

وليس الذمّ لمن أنشأ العمل لله وقصده الأول ثواب الآخرة وما في الدنيا تبعٌ وفرعٌ ، وإنما الذم لمن لا يريد بعمل الخير إلا ثواب الدنيا أو يغلب عليه ذلك أو يُنشئ العمل من أجله ، وقد قال تعالى : ( فمن الناس من يقول ربنا آتنا في الدنيا وما له في الآخرة من خلاق ومنهم من يقول ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار )
ومن النصوص الشرعية التي فيها ترغيب بثمرات دنيوية :
قوله تعالى : ( فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ).
وقال تعالى : ( مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً) .
وقال تعالى: ( وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ).
وقال صلى الله عليه وسلم : (تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ ، فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ ، كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ دُونَ الْجَنَّةِ) رواه أحمد وصححه الألباني.
وقال: (السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ ). رواه أحمد (33683) وصححه الألباني.

فالأحكام الشرعية المعللة بفوائدها في الآيات والأحاديث لا تحصى كثرة.
ومن ذلك أيضاً:
* المتابعة بين الحج والعمرة بنية الخلاص من الفقر .
* الاستغفار بنية الحصول على الأموال والبنين .
* قول بعض الأذكار ليحفظه الله من الأذى .
* صلاة الفجر في جماعة ليكون في حفظ الله وكلاءته .
* التيسير على المعسر ، لييسر الله عليه في الدنيا .
* الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم للخلاص من الهموم .
* أداء الزكاة ليكثر ماله وينمو .
* الإكثار من العبادة قاصدا حفظ ذريته من بعده
* الاستغفار بنية الشفاء من المرض.
وظاهر هذه النصوص أن للإنسان أن يعمل العمل الصالح قاصداً الحصول على هذا الأثر الدنيوي المترتب عليها ؛ لأن الله لم يجعل هذه الفوائد الدنيوية إلا ترغيباً للناس بها ، بشرط أن يكون قصد وجه الله هو الباعث الأساس له على الطاعة ، وقصده لهذه الثمرات الدنيوية تبعاً وضمناً.
وعلى هذا يحمل فعل بعض السلف:
كما قَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: ” إِنِّي لَأَزِيدُ فِي صَلَاتِي مِنْ أَجْلِ ابْنِي هَذَا ” ، قَالَ هِشَامٌ: رَجَاءَ أَنْ يُحْفَظَ فِيهِ. انتهى من “حلية الأولياء” (4/279).
ويبقى أن من فعل العبادة خالصا وقاصدا أجر الله وثوابه فقط أكمل وأفضل وأكثر أجرا ممن قصد مصلحة في الدنيا ولو تبعا
والخلاصة :
من فعل الطاعات بقصد الثمرات الدنيوية فقط : فليس له عند الله نصيب (يتصدق للشفاء ، تقرأ البقرة للزواج ، يصوم للحمية ، يجاهد للغنيمة ، يحج للتجارة ..) .
وأما من نوى وجه الله والدار الآخرة ، وجعل الفوائد الدنيوية تبعاً وضمناً ، لا أصلاً وأساساً : فلا حرج عليه .
والله أعلم .


Untukmu yang Masih Enggan Shalat, Mengapa Engkau Tidak Malu Kepada Allah?

15:50 0
Wahai saudaraku,  Anda pasti menganggap buruk seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya.  Karena ia tidak tahu berterima kasih atas jasa-jasa orang tuanya selama ini kepadanya.  Karena ia telah melupakan jasa-jasa orang tuanya yang tidak akan pernah dapat terbalaskan.  Karena ia bagaikan orang yang membalas air susu dengan air tuba.  Karena ia telah berani melawan orang yang seharusnya ia taati.  Karena ia telah meremehkan orang yang seharusnya ia hargai.  Karena seakan-akan ia telah mengejek orang tuanya sendiri.  Karena…karena…karena…dan banyak lagi alasan lainnya yang dapat Anda kemukakan.

Namun sadarkah Anda wahai saudaraku seiman,  bahwa ada yang lebih buruk daripada seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya,  yakni seorang hamba yang durhaka kepada Allah Ta’ala yang telah menciptanya.  Mengapa?  Karena ia tidak berterima kasih atas berbagai nikmat karunia Allah yang selama ini dianugerahkan kepadanya.

Ia memiliki tangan,  kaki,  organ-organ tubuh lainnya yang sempurna.  Ia memiliki anak,  istri,  rumah,  kendaraan,  pekerjaan,  teman dekat dan harta kekayaan.  Ia bebas menghirup udara,  menginjak bumi,  dan berkarya dalam ruang dan waktu yang telah Allah berikan secara gratis.  Semua kenikmatan itu tidak akan pernah dapat dihitung dan dihinggakan.

Sanggupkah Seorang hamba menghitung tarikan nafas yang telah ia lakukan dari sejak lahir hingga saat ini?  Ingatlah bahwa tidak ada satu tarikan nafas pun,  kecuali Allah-lah yang mengendalikan dan mengaturnya.  Dan sanggupkah seorang hamba menghitung detak jantung yang senantiasa berdenyut sejak dari dalam kandungan?  Disadari atu tidak,  maka tidaklah jantung itu berdetak,  kecuali Allah-lah yang mengendalikan dan mengaturnya.  Lalu mengapa ia tidak tahu berterimakasih kepada Allah?  Padahal dalam sehari semalam,  Allah menganugerahkan nikmat kepada kita tanpa henti,  walaupun kita sedang terlelap tidur.  Pantaskah kalau ia sering enggan untuk berterimakasih?  Sedikit saja… dengan bersimpuh di hadapan-Nya hanya 5 menit atau lebih, sebanyak 5 kali sehari semalam.

Sungguh,  jika kepada orang tua saja kita tidak akan dapat membalas budi dengan sempurna,  maka apalagi kepada Allah Ta’ala,  di mana pemberian,  perhatian,  bimbingan dan kasih sayangnya melebihi orang tua kita.  Bahkan ketika orang tua kita dapat menyayangi kita sepenuh hati mereka berdua,  maka hal itu pun tidak lepas dari kasih sayang Allah yang telah menanamkan rasa cinta dalam hati keduanya untuk dapat menyayangi kita.  Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu,  ia berkata: “Di antara tawanan yang datang kepada Nabi shallallaahu alaihi wa sallam ada seorang wanita yang sedang menyusui.  Tiba-  tiba ia mendapatkan seorang bayi laki-laki di antara para tawanan.  Ia mengambilnya,  merangkulnya di perutnya dan menyusuinya.  Maka Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Apakah kalian berpendapat bahwa wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?” kami menjawab: “Tidak,  ia mampu untuk tidak melakukannya. Maka Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: “Allah lebih sayang kepada para hamba-Nya daripada ibu kepada anaknya.” (Muttafaqun ‘ alaihi)

Andaikan mereka yang meninggalkan shalat menyadari dan merenungi hal ini,  maka sudah sepatutnya ia merasa malu, takut, dan berharap akan ampunan-Nya.

Dan ingatlah pula,  wahai saudaraku seiman,  bahwa shalat yang kita lakukan dalam rangka bersyukur kepada-Nya bukanlah untuk Allah Ta’ala,  karena Dia adalah al-Qayyuum (Yang Maha Berdiri sendiri),  tidak memerlukan apa pun dari makhluk-Nya.  Justru makhluklah yang senantiasa memerlukan-Nya,  dan senantiasa memerlukan-Nya setiap saat.  Allah al-Ghaniyy,  Mahakaya,  tidak memerlukan shalat,  penghargaan dan terimakasih dari makhluknya.  Seandainya seluruh makhluk melakukan ketaatan kepada-Nya,  maka hal itu tida akan menambahkan kemuliaan-Nya.  Begitu pula seandainya seluruh makhluk mendurhakainya maka hal itu tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya.  Kitalah yang butuh untuk berterimakasih kepada ‘Azza wa Jalla,  untuk keselamatan dan kesejahteraan kita.

Janganlah seorang hamba membalas kasih sayang Allah dan rahmat-Nya dengan bermaksiat kepada-Nya.  Jika ia tidak berani melawan orang tua yang sudah seharusnya ditaati,  maka apalagi kepada Allah Ta’ala.  Tidaklah layak baginya untuk menentang-Nya.  Jika ia tidak berani meremehkan orang tuanya yang sudah seharusnya ia hargai, maka apalagi kepada Allah Ta’ala, yang paling layak untuk ditaati,  dipatuhi dan dicintai.  Dan jika ia tidak berani mengejek orang tuanya sendiri,  maka terlebih lagi kepada Allah Ta’ala.  Jika ia menyepelekan perintah-perintah-Nya,  menganggapnya tidak harus diutamakan,  maka ia sebenarnya telah melecehkan syari’at-Nya.

Orang yang berakal sehat pasti akan malu kepada Allah Ta’ala apabila ia meninggalkan shalat.  Semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah Ta’ala.  Bahkan diri kita pun adalah milik-Nya.  Kita tidak memiliki apa pun di alam semesta ini,  walau seberat atom.  Maka sudah seharusnya kita berendah hati di hadapan Allah Ta’ala,  Pemilik segala sesuatu.  Seharusnya kita malu jika masih menyombongkan diri dengan menolak perintah-Nya,  sementara kita tidak memiliki apa pun untuk disombongkan

Renungkan bagaimana Allah subhaanahu wata’alaa tidak merasa bosan untuk memberi rizki kepada seluruh makhluk-Nya,  bahkan terhadap orang-orang kafir yang menentang-Nya. Sedangkan kita, cepat sekali merasa bosan beribadah kepada Nya.  Untuk urusan dunia,  ada seorang petugas yang kuat berdiri selama 4 jam di depan pintu gerbang salah satu mal di ibu kota.  hanya untuk mengucapkan selamat datang dan mempersilakan para pengunjung mall tersebut.  Tapi,  jika ia diperintahkan untuk berdiri dalam satu kali shalat selama 4 jam,  belumlah tentu ia mampu.  Mengapa motivasi duniawi lebih diminati?  Padahal Akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.  Lagi pula Allah Ta’ala tidak memerintahkan kita “sekejam”  itu,  yakni untuk shalat selama 4 jam dalam satu kali berdiri.  Sungguh malu,  kalau ada seorang hamba yang menganggap Rabbnya begitu kejam kepadanya.  Apabila kita masih bebal dan tidak punya malu,  maka tadabburi dan renungkanlah firman-firman-Nya,  terutama dalam awal-awal QS.  An Nahl.  Allah Ta’ala menyebutkan nikmat-nikmat Nya kepada manusia.  Bacalah dan resapilah hingga ayat 18.  Pada ayat yang terakhir ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa apabila kita menghitung hitung nikmat-Nya,  maka kita tidak akan sanggup menghinggakannya.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,  niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha pengampun,  Maha penyayang. “(QS.  An-Nahl:  18)

Tadabburi pula QS.  Ar-Rahmaan,  betapa banyak kenikmatan-kenikmatan dari-Nya yang agung dan mulia.  Dan berulang-ulang Allah Ta’ala berfirman dalam surat tersebut (yang artinya).

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS.  Ar-Rahman:  16,  dan ayat yang lainnya).

Wahai saudara seiman,  Kalau nikmat Allah tidak terhitung dan terus bertambah,  maka yang terus menerus bertambah dari kita adalah dosa-dosa.  Seandainya Allah tidak mengampuni dan menyayangi kita,  niscaya kita menjadi orang yang rugi.  Siapakah di antara kita yang tidak memiliki dosa?


Diambil dari buku Akibat Orang yang Meninggalkan Shalat, Abu MUhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah, Pustaka Ibnu Umar
Sumber: Wanita Salihah

Khamr (Minuman Keras) Induk Perbuatan Tercela

11:51 0
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash beliau berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ، فَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ صَلاتُهُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا،
فَإِنْ مَاتَ وَهِيَ فِي بَطْنِهِ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً

‘Khamr adalah induk perbuatan-perbuatan tercela.  Barangsiapa meminumnya,  tidak akan diterima shalatnya selam 40 hari. Jika ia mati sementara khamr berada di perutnya niscaya ia mati dengan kematian jahiliyah.'” (HR. Ath Thabrani No. 3810 dalam Al Ausath dinilai hasan oleh al Albani dalam as Silsilah Ash Shahihah, 4/469)

Suatu ketika Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu sedang berdiri menyampaikan khutbah,
“Wahai para manusia! Waspadalah terhadap arak (khamr) karena sesungguhnya minum arak merupakan induk segala perbuatan tercela. Sungguh pernah terjadi pada seorang laik-laki sebelum kalian dari kalangan ahli ibadah. Ia sering kali datang ke masjid. Suatu ketika ia bertemu dengan seorang perempuan yang busuk.
Perempuan itu memerintahkan kepada pembantunya agar mempersilakan lelaki tersebut masuk kedalam rumah. Kemudian pintunya dikunci.
Di sisi perempuan tersebut terdapat arak dan seorang bayi. Lantas perempuan tersebut berkata,
“Kamu tidak bisa lepas dari saya sebelum kamu minum segelas arak ini, atau engkau berzina denganku, atau engkau membunuh bayi ini. Jika kamu tidak mau, maka saya akan berteriak dan saya katakan bahwa kamu ini memasuki rumahku. Siapa yang akan percaya kepadamu?”
Lelaki tersebut berkata, “Saya tidak mau melakukan perbuatan keji ataupun membunuh jiwa seseorang.”
Akhirnya, ia minum segelas arak. Demi Allah ia menjadi mabuk sehingga ia pun berbuat zina dengan perempuan tersebut dan membunuh si bayi. Selanjutnya Utsman radhiyallahu’anhu berpesan,

Jauhilah minum arak, karena minum arak merupakan induk segala perbuatan tercela. Demi Allah, sungguh, iman dan arak tidak akan bersatu didalam hati seseorang melainkan hampir pasti salah satu diantaranya melenyapkan yang lain.

Sumber: HIBURAN ORANG-ORANG SHALIH 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah (Judul Asli: مئة قصة و قصة في أنيس الصالحين و سمير المتقين) – Muhammad Amin Al-Jundi. Pustaka Arafah. Solo 2011 dengan sedikit tambahan oleh redaksi wanitasalihah.com
Artikel wanitasalihah.com

Kematian Hanya Rahasia Allah SWT, Tapi Allah Berikan Tanda-tandanya

11:21 0
Bismillahirrohmanirrohim.
ALLAH Subhanahu Wata'ala telah memberi tanda kematian seorang muslim sejak 100 hari, 40 hari, 7 hari, 3 hari dan 1 hari menjelang kematian..
Tanda 100 hari menjelang ajal : Selepas waktu Ashar (Di waktu Ashar karena pergantian dari terang ke gelap), kita merasa dari ujung rambut sampai kaki menggigil, getaran yang sangat kuat, lain dari biasanya,
Bagi yang menyadarinya akan terasa indah di hati, namun yang tidak menyadari, tidak ada pengaruh apa-apa..
Tanda 40 hari menjelang kematian : Selepas Ashar, jantung berdenyut - denyut.. Daun yang bertuliskan nama kita di lauh mahfudz akan gugur..
Malaikat maut akan mengambil daun kita dan mulai mengikuti perjalanan kita sepanjang hari..
Tanda 7 hari menjlang ajal : Akan diuji dengan sakit, Orang sakit biasanya tidak selera makan..
Tapi dengan sakit ini tiba-tiba menjadi berselera meminta makanan ini dan itu..
Tanda 3 hari menjelang ajal : Terasa denyutan ditengah dahi, Jika tanda ini dirasa, maka berpuasalah kita, agar perut kita tidak banyak najis dan memudahkan urusan orang yang
memandikan kita nanti..
Tanda 1 hari sebelum kematian : Di waktu Ashar, kita merasa 1 denyutan di ubun-ubun,
menandakan kita tidak sempet menemui Ashar besok harinya..
Bagi yang khusnul khotimah akan merasa sejuk di bagian pusar, kemudian ke pinggang lalu ketenggorokan, maka dalam kondisi ini hendaklah kita mengucapkan 2 kalimat syahadat..
Sahabatku yang budiman, subhanALLAH, Imam Al-Ghazali, mengetahui kematiannya..
Beliau menyiapkan sendiri keperluannya, beliau sudah mandi dan wudhu, meng- kafani dirinya, kecuali bagian wajah yang belum ditutup..
Beliau memanggil saudaranya Imam Ahmad untuk menutup wajahnya..
SubhanALLAH..
Malaikat maut akan menampakkan diri pada orang- orang yang terpilih.. Dan semoga
kita menjadi hamba yang terpilih dan siap menerima kematian kapanpun dan di manapun kita berada..
Dan semoga akhir hidup kita semua Husnul Khatimah,
Aamiin..
Marilah kita berdoa, bermunajat kepada Allah. Semoga Allah mengampuni kita, dan menghapuskan kita dari segala dosa yang telah lalu.

Sumber :Fb Ustad Yusuf Mansyur
Editor M_frizal

Cium Tangan Guru

15:21 0
Foto Para Habib
Dahulu ada seorang lelaki yang sedang berjalan tiba-tiba berjumpa dengan Guru Mulia Al Musnid Al Arif Billa Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz Bin Syech Abu bakar bin Salim.
.
Dia bertanya kepada Habib Umar bin Hafidz :
"Mengapa kamu membenarkan anak muridmu menundukkan badan lalu mencium tangan mu, kamu tidak sadar telah melakukan perbuatan syirik kepada Allah dan sepatutnya yang kita sembah hanya Allah SWT bukan mahkluk, kamu ini mengajarkan anak muridmu perbuatan yang syirik",
.
Dengar pertanyaan seperti ituh Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidz hanya membalas dengan senyuman kepada lelaki itu,selepas itu habib Umar mengambil pen yang berada di kantung baju lelaki tersebut lalu menjatuhkan nya ke lantai.
.
Lalu orang itu pun menunduk ingin mengambil pen nya namun Habib Umar menahann nya lalu Habib Umar pun berkata, "Apa yang akan engkau lakukan jangan menunduk kebawah". Kemudian orang tersebut berkata, "Tidak,aku hanya ingin mengambil pulpen ku saja"
.
Lalu Habib Umar kembali berkata, "Engkau tidak boleh menunduk ke bawah menyembah pen, yang kita sembah hanyalah Allah SWT."
.
Orang itu berkata kembali, "Tidak,aku bukan menyembah pen aku hanya berniat mengambil pen aku saja bukan untuk menyembah".

Lalu Habib Umar tersenyum dan berkata kembali, "Begitu pula anak-anak muridku. Mereka hanya bersalaman dengan menundukkan badan bukan karena ingin menyembahku namun mereka cuma ingin menghormatiku sebagai Guru mereka meskipun aku tidak menginginkan / meminta mereka seperti itu".
.
Dengan jawaban yang singkat itu dia pun puas dan mengerti makna yang sebenarnya. Sungguh indah jawapan untuk seseorang yang agak kurang mengerti makna menghormati.
.
Shollu 'alan Nabiy!

 Kiriman FB : islamuna.info Googlenya Aswaja

Desainer Kampung Omset Ratusan Juta

15:46 0
Desainer Kampung



video Metrotv

Wong Deso ( Orang Kampung ) sekarang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam hal kreatifitas maupun penguasaan dalam bidang desain dan pemasaran di internet. 

Hanya Wali Allah Yang Mengenal Walinya

14:51 0

Terkuaknya Kewalian Wali Samud Semarang Oleh Mbah Hamid Pasuruan
Pada suatu waktu, ada tamu dari Kendal sowan kepada Mbah Hamid, singkat cerita, Mbah Hamid menitipkan salam untuk Wali Samud yang kesehariannya berada di Pasar, menitipkan salam untuk seorang yang dianggap gila oleh masyarakat Kendal dan Semarang.
Wali Samud kesehariannya berada di sekitar pasar dengan pakaian dan tingkah laku persis seperti orang gila, namun tidak pernah mengganggu orang-orang di sekitarnya. Terkadang beliau membantu bongkar muat barang-barang di Pasar dan tidak mau di kasih upah.
Tamu tersebut bingung kenapa Mbah Hamid sampai menitip salam untuk Samud yang dianggap gila oleh dirinya dan orang-orang di daerahnya.
Tamu tersebut bertanya,
“Bukankah Samud tersebut adalah orang gila Kyai..?” kemudian Mbah Hamid menjawab, “Beliau adalah Wali Besar yang menjaga Kendal dan Semarang, Rahmat Allah turun, Bencana di tangkis, itu berkat beliau, sampaikan salamku!” Kemudian, setelah si tamu pulang ke Kendal, menunggu keadaan pasar sepi, dihampirinyalah Wali Samud yang dianggap “orang gila” itu, yang ternyata Shohibul Wilayah Kendal dan Semarang itu.
“Assalamu’alaikum…” sapa si tamu,
Wali Samud memandang dengan tampang menakutkan layaknya orang gila sungguhan, kemudian keluarlah seuntai kata dari bibirnya dengan nada sangar,
“Wa’alaikumussalam.. ada apa..!!!”
Dengan badan agak gemetar, si tamu memberanikan diri,
Berkatalah ia, “Panjenengan dapat salam dari Mbah Hamid Pasuruan, Assalamu’alaikum……”
Tak beberapa lama, Wali Samud berkata,
“Wa’alaikum salam” dan berteriak dengan nada keras,
“Kurang ajar si Hamid, aku berusaha bersembunyi dari manusia, agar tidak diketahui manusia, kok malah dibocor-bocorkan”
“Ya Allah, aku tidak sanggup, kini telah ada yang tahu siapa aku, aku mau pulang saja, gak sanggup aku hidup di dunia”
Kemudian Wali Samud membaca sebuah do’a, dan bibirnya mengucap, “LAA ILAAHA ILLALLAH… MUHAMMADUR RASULULLAH”
Seketika itu, langsung wafatlah Wali Samud di hadapan orang yang diutus Mbah Hamid agar menyampaikan salam, hanya si tamulah yang meyakini bahwa orang yang di cap sebagai orang gila oleh masyarakat Kendal dan Semarang itu adalah Wali Besar, tak satu pun masyarakat yang meyakini bahwa orang yang meninggal di Pasar adalah seorang Wali,
Malah si tamu juga dicap sebagai orang gila oleh orang-orang karena meyakini Samud sebagai Wali. Di Antara Keanehan Pada Diri Wali Samud
Menurut cerita tutur, Wali Samud biasa membawa-bawa (red. b. jawa: nenteng-nenteng) daun kurma yang masih basah dan dijadikan alas duduk/tidur di Pasar.
Setiap hari Jum’at beliau jarang terlihat di Pasar, padahal setiap harinya beliau ada di Pasar itu. Dan terkadang beliau jalan-jalan di Pasar memakai peci putih layaknya sudah menunaikan haji, padahal tingkah laku dan pakaian beliau persis seperti orang gila.
Subhanallah.. begitulah para Wali-Walinya Allah,
Saking inginnya berasyik-asyikan hanya dengan Allah sampai berusaha bersembunyi dari keduniawian, tak ingin ibadahnya di ganggu oleh orang-orang ahli dunia,
Bersembunyinya mereka memakai cara mereka masing-masing, Oleh karena itu, janganlah kita su’udzan terhadap orang-orang di sekitar kita, jangan-jangan dia adalah seorang Wali yang “bersembunyi”.
Cerita Mbah Hamid yang saya coba tulis hanyalah sedikit dari kisah perjalanan Beliau, semoga kita, keluarga kita, tetangga kita dan orang-orang yang kita kenal senantiasa mendapat keberkahan sebab rasa cinta kita kepada wali-walinya Allah.
Jadi ingat nasihat Maha Guru kami, Al Quthb Habib Abdulqadir bin ahmad Bilfaqih.
“Jadikanlah dirimu mendapat tempat di hati seorang Auliya”
Semoga nama kita tertanam di hati para kekasih Allah, sehingga kita selalu mendapat nadhroh dari guru-guru kita, dibimbing ruh kita sampai terakhir kita menghirup udara dunia ini. Amin Ya Rabbal ‘Alamin…….. !!!!

Saifurroyya
Kiriman Fb 
‎عسكر صلوة الصولوي
Sumber : Syaikhuna wa Murobbi Arwachina KH. Achmad Sa’idi bin KH. Sa’id
(Pengasuh Ponpes Attauhidiyyah Talang, Tegal) dan Dari Cerita Ulama dan Masyarakat Semarang, Kendal dan sekitarnya

Sholat Shubuh Berjamaah Merupakan Kontribusi Dalam Mengatasi Masalah Akhlaq dan Sosial

15:41 0

Habib Segaf Bin Hasan Baharun‬
Seperti yang dicontohkan Habib Segaf Bin Hasan Baharun di Negara Turki banyaknya orang yang Sholat Shubuh di Masjid seperti banyaknya orang yang Sholat Jum'at.
Maka dari itu Negara Turki yang awalnya terpuruk dan merosotnya akhlaq, kini generasi muda Turki menjadi negara maju dan berakhlaq...
Maka dari itu kita mulai dari keluarga kita masing-masing, karena zaman sekarang miris, para orang tua membiarkan anaknya bangun kesiangan tidak sholat shubuh, tapi memaksa anaknya bangun ketika mepet jam sekolah agar tidak ngantuk dalam sekolah.
Para Orang tua sekarang juga lebih mengedepankan pendidikan formal dari pada pendidikan Agama si Anak. Bolehlah anak kita taruh ke pendidikan formal tapi jangan lupa sore tau habis maghrib taruh anak-anak kita ke Majlis Ta'lim atau Madrasah Diniyah disekitar rumah anda.
Dan Alhamdulillah di Kabupaten Pasuruan sudah Diwajibkan Madin mulai ajaran baru ini...
Semoga dengan diwajibkannya Madin ini anak-anak kita bukan hanya Cerdas tapi juga Berakhlaq Mulia ...Amiin

Kiriman Fb Fahry OyI
‪Kutipan Nasihat dari ‎
Habib Segaf Bin Hasan Baharun‬
‪#‎HabibSegafBinHasanBaharun‬